Manchester United menutup musim 2024/2025 dengan kenyataan pahit. Tidak hanya gagal bersaing dalam perburuan gelar Premier League, mereka juga harus merelakan tiket Liga Europa ke tangan Tottenham Hotspur. Kekalahan dari Crystal Palace dan hasil buruk lainnya membuat posisi MU merosot hingga peringkat delapan klasemen akhir.
Tottenham, yang sejak awal musim tampil konsisten di bawah asuhan Ange Postecoglou, berhasil finis di peringkat enam dan mengunci tiket ke Liga Europa. Ini berarti Manchester United, untuk pertama kalinya sejak musim 2014/2015, tidak akan bermain di kompetisi Eropa mana pun jika bukan karena keberuntungan lewat jalur FA Cup atau skenario UEFA lainnya.
Namun, cerita tak berhenti di situ. Ambisi Tottenham tak sekadar mencuri satu slot kompetisi Eropa dari rival mereka. Klub London Utara itu kini tampak ingin mengambil lebih banyak bagian dari dominasi yang selama ini dipegang oleh Setan Merah.

Bab 2: Tottenham yang Berubah Wajah
Di bawah Postecoglou, Tottenham bukan lagi tim dengan identitas yang kabur. Setelah era singkat Mourinho dan Conte yang penuh konflik, Postecoglou datang membawa filosofi sepak bola menyerang yang mengembalikan semangat fans. Tim ini bukan hanya kuat secara teknik, tetapi juga secara kolektif.
Mereka berhasil mengembangkan pemain-pemain muda seperti Destiny Udogie dan Pape Matar Sarr, sekaligus memaksimalkan performa Son Heung-min sebagai kapten baru pasca kepergian Harry Kane ke Bayern Munchen. Di sisi lain, James Maddison menjadi roh permainan kreatif yang selama ini dirindukan oleh klub.
Dengan skuad yang dibangun secara terencana, Tottenham bukan hanya menyusul United dalam klasemen musim ini, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka memiliki fondasi yang lebih solid untuk masa depan.
Bab 3: Persaingan Panas di Bursa Transfer
Masalah Manchester United tak berhenti di lapangan. Dalam bursa transfer musim panas 2025, Tottenham tampaknya siap menyalip United dalam perburuan pemain incaran.
Beberapa nama yang dikaitkan dengan kedua klub antara lain adalah:
- Michael Olise (Crystal Palace): Winger muda ini menjadi rebutan banyak klub top Inggris. Tottenham dikabarkan siap mengajukan tawaran resmi, sementara United masih menunggu kepastian dana transfer setelah situasi pelatih yang belum stabil.
- João Neves (Benfica): Gelandang muda Portugal ini menarik minat banyak klub. Tottenham yang lebih cepat mengirim scout aktif menunjukkan sinyal lebih serius ketimbang MU yang masih mempertimbangkan beberapa nama lain.
- Gleison Bremer (Juventus): Ketika United bermasalah di lini belakang, Spurs justru lebih dulu mengontak pihak Juve terkait kemungkinan transfer Bremer sebagai tandem Cristian Romero.
Strategi cepat, efisien, dan fokus dari Daniel Levy membuat Tottenham terlihat lebih siap menyusun puzzle skuadnya dibanding MU yang masih belum menuntaskan evaluasi internal.
Bab 4: Kekacauan di Tubuh Manchester United
Sementara Tottenham melaju dengan rencana jangka panjang, Manchester United masih bergelut dengan ketidakpastian. Mulai dari posisi manajer Erik ten Hag yang belum jelas, struktur kepemilikan yang baru di bawah Sir Jim Ratcliffe yang belum stabil, hingga perombakan besar yang terpaksa dilakukan karena tidak lolos ke kompetisi Eropa.
MU dipaksa menjual beberapa pemain bintang untuk mengatasi masalah Financial Fair Play (FFP). Nama-nama seperti Casemiro, Jadon Sancho, dan bahkan Bruno Fernandes masuk dalam daftar pemain yang bisa dilepas jika ada tawaran yang cocok.
Ini kontras dengan Tottenham yang bisa menjaga stabilitas skuad dan hanya fokus memperkuat posisi yang memang dibutuhkan. Ketidaksiapan internal United bisa menjadi faktor yang memudahkan Spurs terus menyalip mereka dalam berbagai aspek.
Bab 5: Tantangan di Sektor Akademi dan Regenerasi
Akademi Tottenham juga mulai memperlihatkan taringnya. Setelah sukses menelurkan pemain seperti Oliver Skipp dan Alfie Devine, kini muncul generasi baru yang siap masuk tim utama. Sementara akademi Manchester United masih bergantung pada beberapa nama lama seperti Alejandro Garnacho dan Kobbie Mainoo, regenerasi di Carrington tampaknya belum maksimal.
Tottenham dengan cerdas menyisipkan pemain muda ke dalam skuad utama, memberi menit bermain di kompetisi piala, dan menyusun jalur promosi yang jelas. Manchester United masih kerap tersendat oleh tekanan untuk selalu menang, sehingga pemain muda kerap dipaksa bersinar atau tenggelam begitu saja.
Keberhasilan akademi adalah fondasi jangka panjang yang akan berdampak pada kekuatan klub di masa depan. Dalam konteks ini, Spurs menunjukkan pengelolaan yang lebih konsisten ketimbang MU yang masih bergantung pada romantisme kejayaan masa lalu.
Bab 6: Strategi Komersial yang Melejit
Dalam satu dekade terakhir, Manchester United masih unggul dalam aspek komersial. Namun Tottenham terus menyalip dengan kemitraan strategis, stadion modern dengan kapasitas besar, serta infrastruktur olahraga yang canggih.
Tottenham Hotspur Stadium kini menjadi salah satu stadion termegah di Eropa. Digunakan untuk pertandingan NFL, konser, dan berbagai event non-sepak bola, stadion ini menjadi mesin uang bagi klub. Ini memberikan modal tambahan untuk investasi pemain dan fasilitas.
MU dengan Old Trafford yang semakin menua justru mulai tertinggal. Rencana renovasi stadion masih sebatas wacana, dan minimnya pembaruan fasilitas mulai menjadi sorotan dari fans.
Bab 7: Potensi Pembalasan di Musim Depan
Manchester United tentu tak akan tinggal diam. Dengan tekanan dari suporter, ekspektasi tinggi dari pemilik baru, dan tradisi klub yang besar, Setan Merah pasti akan menyusun langkah besar musim depan. Namun Tottenham sudah memberikan sinyal bahwa mereka akan menjadi salah satu batu sandungan utama MU dalam proses kebangkitan.
Musim 2025/2026 akan menjadi momen penting. Jika MU gagal kembali ke jalur kemenangan, reputasi mereka sebagai klub papan atas Inggris akan benar-benar tergerus. Sebaliknya, jika Tottenham mampu mempertahankan konsistensi, mereka akan menjadi ancaman nyata bagi posisi “big four” tradisional.
Bab 8: Tekanan Sosial dan Budaya Klub
Budaya kerja dan tekanan publik di dua klub juga menunjukkan kontras mencolok. MU, dengan sejarah keemasan era Sir Alex Ferguson, masih dibayangi masa lalu. Setiap keputusan manajemen atau performa pelatih selalu dibandingkan dengan standar legendaris yang sulit dicapai kembali dalam waktu singkat.
Tottenham justru lebih bebas bergerak. Mereka membentuk identitas baru tanpa beban sejarah besar. Dengan fans yang mulai menerima gaya bermain Postecoglou, Spurs menikmati masa transisi yang lebih tenang, bahkan menyenangkan.
Kondisi psikologis ini mempengaruhi performa di lapangan. MU yang selalu dikejar ekspektasi, kerap terlihat tegang dan tidak stabil. Tottenham bisa bermain lepas dan agresif.
Bab 9: Komentar Pengamat dan Legenda
Banyak legenda sepak bola Inggris mulai memuji kebangkitan Tottenham. Gary Lineker, Jamie Redknapp, hingga Micah Richards menyebut Tottenham sebagai “the most exciting team to watch” musim ini. Bahkan Alan Shearer dalam salah satu analisanya menyebut bahwa Spurs kini lebih menarik daripada MU.
Sebaliknya, para legenda MU seperti Roy Keane dan Rio Ferdinand semakin kritis terhadap klub lamanya. Kritik tajam terhadap ketidaktegasan manajemen, lemahnya strategi transfer, dan minimnya progres permainan menjadi bukti bahwa klub ini sedang dalam krisis eksistensial.
Bab 10: Momen Penentu di Depan Mata
Tottenham dan Manchester United bisa kembali bertemu dalam berbagai kompetisi domestik musim depan: Premier League, FA Cup, dan Carabao Cup. Pertemuan mereka akan menjadi duel gengsi, bukan sekadar soal tiga poin.
Kemenangan Tottenham atas MU tak lagi dianggap sebagai kejutan, tetapi sebagai cerminan kekuatan baru dalam peta persaingan Inggris. Bila tren ini terus berlangsung, tidak menutup kemungkinan Spurs akan benar-benar menyalip MU dalam banyak hal—bukan hanya untuk musim depan, tetapi juga dalam jangka panjang.
Bab 11: Kesimpulan – Spurs Menggigit, MU Terengah-engah
Kisah Tottenham dan Manchester United bukan lagi soal satu pertandingan atau satu klasemen akhir. Ini adalah cerita tentang perubahan kekuatan, tentang bagaimana klub yang dianggap selalu “runner-up” bisa menggeser raksasa yang sedang terluka.
Spurs kini bukan hanya ingin bermain di Liga Europa. Mereka ingin membangun dinasti baru, menantang status quo, dan menunjukkan bahwa era dominasi baru bisa datang dari London Utara.
Sementara itu, Manchester United harus segera menyadari bahwa mereka bukan lagi klub yang ditakuti. Mereka adalah klub besar yang sedang mencoba untuk kembali relevan di tengah perubahan besar yang sedang terjadi di Premier League.
Baca Juga : Putri Kusuma Wardani Kandas, Indonesia Tanpa Wakil Tunggal Putri di Semifinal Indonesia Open 2025